Sabtu, 18 Oktober 2008

Horeee... sudah tumbuh...


Meski tumbuhnya sedikit banget, tidak lebih dari 1 centimeter, tapi sudah bikin saya bahagia sekali. Tanpa terasa sudah 12 hari saya terjun di pertanaman kota (ceileee... keren ya bahasanya...). Betul lho... dimulai dari membeli bahan-bahan, mencampur tanah, menggemburkan tanah, menanam benih, menyiram tiap hari. Akhirnya... saat yang ditunggu datang juga.

Cihuii... cihuiii.... Ini bikin tambah semangat untuk terus bergerak di pertanaman moderen.

Sempat ada bibit yang hilang karena tekanan air yang disiram ke polybag terlalu deras sehingga bibit yang posisinya semula ada di tengah polybag menjadi di pinggir. Mungkin juga karena tekanan yang terlampau deras menyebabkan bibit keluar dari lubang polybag. Huuuuhhhh....

Anyway, problem itu udah teratasi karena akhirnya saya beli tempat media tanam yang kecil, cocok banget untuk menumbuhkan bibit.

Hari ini, saya girang banget, happy banget karena bibit di media tanam yang baru dan di polybag, semuanya sudah tumbuh... horeee....

Akhirnya Masa Tanam Datang Juga

Setelah 5 hari proses penggemburan tanah, akhirnya saat yang aku tunggu-tunggu datang juga. Apaan tuh? MENANAM.

Mungkin ada yang berkata, "Ya ampun, gitu aja..." Yo'i 'bro n 'sis, itu waktu yang berharga, ibaratnya menanti seorang baby gitu lho...

Tadi siang, sebelum menanam bijinya, aku lakukan proses penyiram dengan menggunakan air yang dicampur mikroba sekali lagi. Kemudian, 11 biji yang terdiri atas 4 biji sayur dan 7 biji sayur kailan direndam di dalam air terlebih dulu.pakchoy white. After that, dengan telunjuk jariku, aku bikin lubang kecil dan aku tanam 11 biji di 11 polybags.

Sorenya, aku siram dengan menggunakan air biasa aja, tanpa ada campuran apa-apa lagi.

Senang juga sich, meski tadi sempat jengkel. Gara-garanya, biji yang sedang aku rendam di gelas air mineral dibuang ama Aca. Aca ini nama panggilannya, bocah cilik berjenis kelamin laki-laki dan berusia hampir 3 tahun (akhir Oktober ini). Huh, jengkel sekali karena dengan seenaknya dibuang gitu aja. "Awas kamu 'Ca... ga jadi aku beliin hadiah buat ultahmu!"

Otomatis, aku harus rendam lagi bijinya dan kali ini aku taruh di atas meja kerjaku yang nggak mungkin dijangkau ama dia.

Anyway, bertumbuhnya sayur mayur yang aku tanam ini sangat aku nantikan. And tiap hari harus disiram dengan air, supaya bisa bertumbuh, bertumbuh dan bertumbuh terus.

Keterangan: Posting tanggal 12 Oktober di http://e-liputanrohani.blogspot.com

lanjutan URBAN FARM : "Tanah di Surabaya Beli Ya?"


Kemarin, setelah dicampur-campur menghasilkan media siap tanam sebanyak 11 biji. Aku pakai poylbag karena murah dibandingkan harus beli pot. Cuman Rp 12.500 per kilo. Ini murah banget. Setelah itu disiram ama air yang sudah dicampur ama mikroba supaya tanahnya digemburkan oleh pasukan mikroba.

Setiap pagi selama 4-5 hari, aku siram tanah tersebut dengan air campuran. Nanti pada hari ke-5 atau 6, baru aku memasukkan biji. Aku akan coba semua biji yang sudah aku beli. Yaitu, biji pakchoy white, pakchoy green, cabe keriting dan kailan.

11 polybag itu aku taruh saja di atas dinding pagar. Ya, begitu aja, sangat sederhana. See, lihat kan ada sepeda nganggur ditaruh di situ? Memang sich nanti rencananya akan pake talang bekas. Talangnya sudah siap. Hanya saja yang belum siap adalah tiang pemancang talang. Maklum kan isinya tanah, jadi berat.

Sesudah ini, blum ada foto-foto lagi, coz hanya siram-siram biasa sampai 4 hari ke depan.

Oke, kemarin ada satu hal yang bikin menarik. Sewaktu aku mencampur tanah dengan pupuk dan kompos, ada teman yang berkomentar begini: "Wah, di Surabaya, tanah harus beli ya?" "Iya," jawabku. "Di daerah saya, nggak ada yang beli, tinggal tanam aja biasa," katanya.

Hehehe, dalam hati, ini dalam hati lho, aku berkomentar: masalahnya situ nggak bisa memanfaatkan apa yang sudah ada sich. Justru kalo tinggal tanam, harusnya dia bisa menjadi petani yang kaya dong, jika tahu rahasianya. Ya, aku sich nggak mau menyalahkan siapa-siapa, kasihan kan ama kambing hitam, disalahkan terus.

Ini yang jadi pelajaran buat aku juga bahwa: APAPUN ALATNYA, KITA HARUS TERUS BERKARYA. Mirip kayak iklan minuman ya. Tapi itu betul lho. Ada atau tidak alat, kita harus terus berkarya. Kalau kita menggantungkan pada ketersediaan alat, itu akan menghentikan semangat dan usaha kita untuk berkarya. Kita cenderung untuk menunggu datangnya alat tersebut. Iya kalau datang. Kalau alatnya nggak datang, bagaimana dong? Apa kita mau terus gigit jari? Sementara, usia kita nambah terus, alias jadi tua. Kalo dah tua, dah gigi ompong, mana bisa kita maksimal berkarya seperti kita muda sekarang ini? (Maaf lho bagi opa, oma, peace!)

Remember this, jangan pernah menunggu ALAT LENGKAP supaya kita bisa berkarya. Percayalah, karna saya sudah membuktikannya sendiri :)

Keterangan: posting tanggal 08 Oktober 2008 di http://e-liputanrohani.blogspot.com

URBAN FARM MOVEMENT

Keren banget kan istilahnya? "URBAN FARM MOVEMENT".

Tulisan "URBAN FARM" sempat dimunculin di koran Jawa Pos. Apa itu ya? Sederhananya, gerakan menanam di kota-kota besar yang 'dah dipenuhi dengan batu-batu semen, alias gedung-gedung bertingkat. Gedung-gedung itu sama sekali tak menyisakan ruang untuk penghijauan.

Btw, kalo seluruh isi bumi dipenuhi gedung-gedung, trus kita maem apa dong? Nggak mungkin banget kita maem semen ama batu toh? Coz, pencernaan kita nggak dimungkinkan untuk itu. 'Tul nggak?

Aku sendiri udah lama emang tertarik dengan yang urusan nanam menanam. Cuman belum terlampiaskan. Akhirnya, setelah beberapa bulan menunggu, mencari lahan, eng ing eng.... ini dia... lahan pekarangan kantor jadi sasaran empuk. Apalagi empunya rumah ho-oh aja.

Kemarin, 'sesuai petunjuk teman', aku sudah beli tanah humus di Jalan Raya Prapen or Jemursari. Buat penghuni Surabaya, pasti tahu kan, di jalan raya tersebut, banyak penjual tanaman yang nongkrong jualan di pinggir sungai.

Lalu beli juga kompos dan pupuk sapi di toko Trubus. Lokasinya, Jalan Raya Jemursari, cari supermarket Superindo. Sebelum Superindo ada belokan ke kiri, belok aja, ga jauh dari situ, ada tokonya. Toko kecil tapi rame. (ehem... mas kalo aku beli di situ lagi dapet diskon dong, kan udah bantuin promosi, hehehe)

Hari ini, sore hari, after office hour, akhirnya berkesempatan juga mencampur tanah, pupuk dan kompos dibantuin ama Lui, siswa DTS asal Timor Leste (kisahnya Lui uapik tenan, seru banget...).

Aku paksa dia lihat kamera supaya ada dokumentasi. Yo'i jangan mencampur terus bung! Thx for your kindness Lui.

Oke, balik lagi ke 'Urban Farm Movement'. Menghadapi krisis pangan, ditambah dengan harga-harga pangan yang melonjak. Bayangkan, harga beras dari Rp 2.500 per kg, bisa melonjak jadi Rp 5.000 per kg. Kalo mau beras yang asli, yang tidak dengan sengaja dikilatkan, harganya lumayan mahal. Aku baru beli di Hypermart Cito, beras Ramos, harga per kg mencapai Rp 10 ribu. Alamak... Tapi waktu beli beras ini n aku memegang berasnya, emang beda banget. Kalo yang biasanya, begitu kita pegang berasnya, tangan kita bersih. Beras ini begitu dipegang, di tangan masih tersisa seperti ampas-ampas, tangan kita seperti berdebu.

Wow... berarti selama ini aku maem beras apaan tooohhh.... oooo God....

(bersambung besok ya:)

Keterangan: posting ini saya bikin tanggal 07 Oktober 2008 di http://e-liputanrohani.blogspot.com